Legenda Desa Klampok

 

 

 

Menurut cerita, Desa Klampok adalah suatu wilayah yang berada di sisi timur ibu kota Kadipaten/Kabupaten Wirasaba yang merupakan salah satu Kadipaten / Kabupaten pada jaman Kerajaan Mataram.

Keberadaan Desa Klampok dahulunya merupakan suatu wilayah yang ditempati penduduk secara mengelompok, dan berada di timur sungai serayu, yang membatasi antara wilayah pusat Pemerintahan Kadipaten Wirasaba dan wilayah tersebut ( sekarang Desa Klampok ), sekarang sungai serayu merupakan batas antara Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Purbalingga, disamping itu Desa Klampok pada jaman dahulu merupakan jalan pintas yang sering dilewati Adipati Warga Utama ( salah satu Adipati Kadipaten Wirasaba ) apabila akan menuju Pusat Pemerintahan Kerajaan Mataram / Kota Yogyakarta.

Dari sekilas cerita tersebut, Kata Klampok sendiri di ambil dari masyarakat yang mendiami atau hidup dengan cara mengelompok mengelompok / menggerombol sehingga wilayah tersebut di namai Klampok.

Ada beberapa hal yang masih berhubungan dengan Desa Klampok dan perlu diketaui pula yaitu Desa klampok terdiri dari 5 (lima) wilayah Dusun yaitu :

Dusun Purwasari atau Pekiringan.

Dusun 1 ( satu ) atau Dusun Purwasari atau Pekiringan merupakan sebuah wilayah Dusun yang ada di Desa Klampok, yang berada di sebelah paling barat. nama pekiringan berasal dari kata iringan yang menurut ceritannya berarti tepi yaitu tepi dari kota Pemerintahan Kadipaten Wirasaba ( jaman Kerajaan Mataram ), dan Purwasari menurut mitos berasal dari kata Purwa berarti Kayu dan Sari berarti kenikmatan.

Di Dusun Purwasari terdapat komplek makam yang sering disebut oleh masyarakat sekitar pangyoman, adapun antara makam dengan kata pangyoman itu sendiri tidak ada sejarah atau keterangan yang menyatakan hubungan antara kalimat pangyoman dengan makam, namun mereka sering menyebutnya bahwa makam tersebut merupakan makam tokoh budaya atau seniman yang asal usulnya masyarakat tidak tahu.

Di dusun Purwasari juga terdapat makam Adipati Wirasaba yang bernama Warga Utama yang merupakan Adipati Wirasaba pertama penganut agama islam, dan menurut sejarahnya kenapa dimakamkan di wilayah ini ( Dusun Pekiringan atau Purwasari ), menurut sejarahnya beliau meninggal pada saat pulang dari ibu kota kerajaan mataram, setelah menghadap Raja Mataram, untuk mempersembahkan seorang gadis, menurut ceritanya, pada saat Adipati Warga Utama pulang dari pusat kerajaan, Sang Raja Murka, karena ada berita bahwa Adipati Warga Utama telah berdusta kepada sang Raja karena telah mempersembahkan seorang wanita yang sudah pernah menikah, sementara permintaan Raja adalah seorang gadis perawan, maka Sang Raja memerintahkan prajurit kerajaan untuk menyusuli Adipati Warga Utama dan membunuhnya, pada saat yang sama pula, Sang Raja mendapat berita bahwa persembahan sang Adipati memang sudah pernah menikah akan tetapi masih suci ( belum pernah melakukan hubungan suami istri ) akhirnya sang Raja memerintahkan prajurit lagi untuk menyusuli prajurit sebelumnya untuk pulang dan membatalkan membunuh Adipati, akan tetapi disuatu tempat yang sekarang disebut bagelen ( di wilayah Kabupaten Purworejo ) prajurit kedua berhasil menyusul prajurit pertama dan melambaikan tangan untuk pulang ke Kerajaan, akan tetapi, prajurit pertama mengartikan lambaian tangan tersebut untuk segera membunuh Adipati Warga Utama, maka ditempat itulah Adipati Warga Utama dibunuh, setelah terbunuhnya Adipati Warga Utama, para pengikutnya membawa pulang jasad beliau, sementara jarak menuju Kadipaten Wirasaba masih jauh, setelah menempuh jarak yang cukup jauh, maka rombongan tersebut berhenti disuatu tempat untuk beristirahat dengan duduk ditanah beralaskan daun pepaya ( bahasa jawa=godong gandul ) sambil kakinya dijulurkan kedepan (bahasa jawa=nglekor ), maka sampai saat ini tempat tersebut dinamai gandulekor ( tempat diwilayah kec.mandiraja ), setelah beristirahat rombongan melanjutkan perjalanan dan sampai ditempat yang sekarang disebut pekiringan, sementara ke kota Kadipaten harus menyeberang sungai yaitu sungai serayu dan jasad Adipati harus segera dimakamkan, maka diputuskan Adipati Warga Utama dimakamkan di tempat tersebut yaitu Dusun Pekiringan,

Untuk mengenang Adipati Warga Utama maka Jalan Desa diwilayah Dusun Pekiringan ( Purwasari ) dinamakan Jalan Warga Utama.

menurut cerita juga, di Dusun Purwasari terdapat makam Adipati Mrapat yang juga berasal dari Keturunan Adipati Warga Utama yang membagi Kadipaten Wirasaba menjadi 4 ( empat ) Kadipaten yaitu : Kadipaten Banyumas, Kadipaten Banjarnegara, Kadipaten Purbalingga dan Kadipaten Cilacap.

Dusun Klampok atau Dusun Stasiun

Dusun Klampok atau stasiun biasa disebut Dusun 2 Desa Klampok, merupakan suatu wilayah yang dahulunya didiami sekelompok orang dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Sementara diwilayah ini pula sebuah stasiun Kereta Api jurusan Kota Purwokerto sampai Wonososbo berada, dan merupakan salah satu stasiun besar pada jamannya,-

Menurut cerita kereta api tersebut aktif sampai dengan perkiraan tahun 1975, dan setelah itu sudah tidak aktif lagi, akan tetapi relnya masih dapat dilewati sampai dengan perkiraan tahun 1985.

Dusun Besaran

Adapun Nama Dusun besaran diambil dari kata Tuan Besar yang merupakan sebutan masyarakat untuk orang belanda yang menduduki Jabatan dan berkantor atau menempati bangunan yang sekarang menjadi Kantor BLK Pertanian.

Dusun Kemangunan

Dusun Kemangunan menurut cerita diambil dari nama seseorang yang bernama Den Mangun, bahwa beliau dahulunya merawat sebuah rawa menjadi lahan pertanian atau persawahan dan sekarang lahan persawahan tersebut menjadi nama blok pertanian yaitu blok kemangunan, dan nama Den Mangun diabadikan menjadi nama Dusun yaitu Dusun Kemangunan.

Dusun Binangun

Dusun Binangun merupakan sebuah dusun yang berada disebelah paling timur dari Desa Klampok dan berbatasan dengan Desa Kalimandi.

Dusun Binangun menurut ceritanya, bahwa di wilayah tersebut tinggal dan menetap 2 ( dua ) orang punggawa dari kerajaan Mataram yang bernama Jati Kusuma dan Jati Negara, selama menetap dan hidup bersama dengan penduduk setempat, punggawa tersebut membina penduduk yang tinggal bersama dalam wilayah tersebut dalam segala aspek kehidupan, setelah bertahun tahun hidup dan menetap, pada suatu ketika punggawa dipanggil untuk mengabdi kembali dikerajaan Mataram, akan tetapi punggawa tersebut merasa sayang kalau meninggalkan wilayah yang bertahun tahun dibina ( bahasa jawa banyumas “ngungun” kalau ditinggal ), karena itu akhirnya punggawa tersebut tetapa berada dan menetap di wilayah tersebut sampai meninggal dunia.