“SURAN” Cara dan Makna Dalam Tradisi Jawa

Berita

Suran adalah upacara adat Jawa yang dilaksanakan pada bulan Suro (Muharram dalam kalender Islam) untuk memperingati Tahun Baru Jawa dan Islam. Tradisi ini merupakan akulturasi budaya, di mana tradisi Jawa yang sudah ada sejak sebelum Islam berbaur dengan ajaran Islam. 

Secara umum Tradisi Suran terdiri atas rangkaian acara dalam rangka menandai pergantian tahun Jawa dan Islam. Sebagaimana diketahui penanggalan Jawa dahulunya berbasis perhitungan matahari (Tahun Saka) tetapi kemudian diintegrasikan dengan kalender Hijriah (Islam) oleh Sultan Agung. 

Dalam tahun Jawa, Bulan Suro menjadi bulan pertama dan awal tahun yang dalam kalender Islam bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Hijriah. Oleh karenanya sebagai wujud syukur masyarakat Jawa memperingati bulan ini dengan berbagai kegiatan.seperti doa bersama, kenduri dan silaturahmi serta kegiatan lain yang bertujuan untuk memohon keselamatan, keberkahan, dan ketentraman. 

Beberapa daerah memiliki tradisi khusus dan kearifan local dalam memperingatinya seperti kirab (iring-iringan), tapa bisu (berdiam diri tanpa berbicara, membuat Bubur Suro (terbuat dari beras, santan, dan berbagai jenis kacang), tradisi Mubeng Beteng di Yogyakarta (berjalan mengelilingi benteng kraton pada malam 1 Suro sebagai wujud introspeksi diri), memasak nasi tumpeng dan sayur-sayuran dalam lain sebagainya.

Makna Tradisi Suran:

  • Mempererat Ukhuwah Islamiyah:

Tradisi suran identik dengan berkumpul bersama dalam suatu lokasi yang biasanya memiliki kekhususuan dan itu menjadikan silaturahmi dan persaudaraan antar umat Islam senantiasa terjaga.

  • Menjaga Nilai-Nilai Luhur:

Tradisi Suran mengajarkan dan mewujudkan nilai-nilai luhur seperti gotong royong, kebersamaan, dan rasa syukur. 

  • Mengingat Sejarah:

Tradisi Suran menjadi sarana untuk introspeksi diri dan mengingatkan masyarakat Jawa akan sejarah dan perjalanan budaya mereka. 

  • Menjaga Kearifan Lokal:

Tradisi ini merupakan bagian dari upaya untuk menjaga dan melestarikan kekayaan budaya Jawa. 

Meskipun memiliki tujuan yang sama, tradisi Suran bisa berbeda-beda di setiap daerah, tergantung pada adat dan kebiasaan setempat. Semoga Tradisi Suran ini tetap terjaga di masyarakat sebagai khazanah budaya yang tidak dimiliki bangsa lain namun sarat makna baik secara adat maupun syariat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan